Islamedia - Ternyata bukan hanya saya yang merasakan iklan Kompas itu tendensius. Ketika berdiskusi dengan sejumlah orang di facebook, ternyata mereka juga merasakan hal yang sama. Alhamdulillah, hari ini saya tidak melihat lagi iklan itu. Sebaliknya, yang menghiasi laman google adalah iklan bertajuk "PKS Selalu Dekat Rakyat: Rakyat mendukung bukan tanpa alasan, rakyat mulai simpati dan mendukung."
Sebelumnya, lebih dari satu bulan saya rasa, Kompas beriklan di google dengan nada tendensius. "Korupsi Impor Daging Sapi,"demikian judul iklan di jasa periklanan terbesar di dunia maya itu. Di bagian bawah, tertulis deskripsi: "KPK menangkap tangan empat orang. Presiden PKS Luthfi Hasan Tersangka." Jika iklan itu diklik, pengunjung akan dibawa ke laman seperti link yang tercantum di bagian tengah iklan itu: www.kompas.com/PKS
Mengapa Kompas perlu membuat iklan seperti itu? Agar orang-orang tertarik dan mengklik iklan tersebut untuk kemudian membaca laman Kompas.com? Tentu saja secara netral (baca: husnudhan) harus dibaca begitu. Tetapi kalimat judul iklan itu yang langsung bersanding dengan tag PKS di bagian bawahnya sangat mungkin memiliki tendensi untuk mengarahkan opini pengguna internet untuk menjustifikasi bahwa PKS = korupsi impor daging sapi. Padahal, sampai saat ini hasil pemeriksaan KPK belum final. Dua alat bukti yang dulu sempat disinggung KPK tidak pernah diungkap ke publik. Rekaman pembicaraan antara LHI dan Mentan yang pernah disinggung oleh Ketua KPK Abraham Samad ternyata diralat, bahwa rekaman tersebut tidak ada.
Kompas Tendensius
Sebelum iklan PKS tersebut, Kompas telah dikenal oleh umat Islam sebagai media yang "kurang bersahabat" dengan Islam dan umatnya. Bahkan, pada 2008 lalu, KH Cholil Ridwan menilai Kompas merupakan alat Katholik atau missi zending. “Jadi apa-apa yang merugikan umat Islam pasti dimuat, termasuk tulisan yang menyerang MUI,” tegas Ketua MUI itu.
Ketika wacana Perda Syari’at mengemuka, Kompas menjadi media yang lantang menyerukan penolakan. Dalam kasus pro-kontra RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Kompas jelas-jelas mengambil posisi kontra RUU-APP. Berbagai pemberitaan yang berkenaan dengan itu memperlihatkan dengan jelas bahwa Kompas diskriminatif.
PKS Selalu Dekat Rakyat
Untungnya, iklan tendensius Kompas sudah selesai. Entah karena alasan budjeting atau hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Sebab, meskipun iklan tendensius itu dipajang puluhan hari di google, pengguna internet yang menyatakan dukungan terhadap PKS jauh lebih banyak daripada yang percaya bahwa PKS seperti apa yang dituduhkan Kompas. Dukungan pengguna internet melalui percakapan, status dan twit di media sosial itu terekam dalam data Politicawave, misalnya.
Dan ternyata, apa yang direkam politicawave dari media sosial benar-benar menggambarkan dunia nyata. Pilgub Jabar dan Pilgub Sumut, yang keduanya PKS mengusung kadernya sebagai calon gubernur, dimenangkan oleh Partai Islam itu. Masing-masing satu putaran. Sebaliknya, apa yang digambarkan dan digembork-gemborkan media besar, ternyata berbeda 180 derajat dengan keinginan rakyat.
Maka saya secara pribadi setuju dengan bunyi iklan yang baru, ketika kita mencari "PKS" di laman goolge: "PKS Selalu Dekat Rakyat." [Jundi Rahman/bersamadakwah]
Sumber : Islamedia.com
Sebelumnya, lebih dari satu bulan saya rasa, Kompas beriklan di google dengan nada tendensius. "Korupsi Impor Daging Sapi,"demikian judul iklan di jasa periklanan terbesar di dunia maya itu. Di bagian bawah, tertulis deskripsi: "KPK menangkap tangan empat orang. Presiden PKS Luthfi Hasan Tersangka." Jika iklan itu diklik, pengunjung akan dibawa ke laman seperti link yang tercantum di bagian tengah iklan itu: www.kompas.com/PKS
Mengapa Kompas perlu membuat iklan seperti itu? Agar orang-orang tertarik dan mengklik iklan tersebut untuk kemudian membaca laman Kompas.com? Tentu saja secara netral (baca: husnudhan) harus dibaca begitu. Tetapi kalimat judul iklan itu yang langsung bersanding dengan tag PKS di bagian bawahnya sangat mungkin memiliki tendensi untuk mengarahkan opini pengguna internet untuk menjustifikasi bahwa PKS = korupsi impor daging sapi. Padahal, sampai saat ini hasil pemeriksaan KPK belum final. Dua alat bukti yang dulu sempat disinggung KPK tidak pernah diungkap ke publik. Rekaman pembicaraan antara LHI dan Mentan yang pernah disinggung oleh Ketua KPK Abraham Samad ternyata diralat, bahwa rekaman tersebut tidak ada.
Kompas Tendensius
Sebelum iklan PKS tersebut, Kompas telah dikenal oleh umat Islam sebagai media yang "kurang bersahabat" dengan Islam dan umatnya. Bahkan, pada 2008 lalu, KH Cholil Ridwan menilai Kompas merupakan alat Katholik atau missi zending. “Jadi apa-apa yang merugikan umat Islam pasti dimuat, termasuk tulisan yang menyerang MUI,” tegas Ketua MUI itu.
Ketika wacana Perda Syari’at mengemuka, Kompas menjadi media yang lantang menyerukan penolakan. Dalam kasus pro-kontra RUU Anti Pornografi dan Pornoaksi, Kompas jelas-jelas mengambil posisi kontra RUU-APP. Berbagai pemberitaan yang berkenaan dengan itu memperlihatkan dengan jelas bahwa Kompas diskriminatif.
PKS Selalu Dekat Rakyat
Untungnya, iklan tendensius Kompas sudah selesai. Entah karena alasan budjeting atau hasilnya tidak sesuai dengan harapan. Sebab, meskipun iklan tendensius itu dipajang puluhan hari di google, pengguna internet yang menyatakan dukungan terhadap PKS jauh lebih banyak daripada yang percaya bahwa PKS seperti apa yang dituduhkan Kompas. Dukungan pengguna internet melalui percakapan, status dan twit di media sosial itu terekam dalam data Politicawave, misalnya.
Dan ternyata, apa yang direkam politicawave dari media sosial benar-benar menggambarkan dunia nyata. Pilgub Jabar dan Pilgub Sumut, yang keduanya PKS mengusung kadernya sebagai calon gubernur, dimenangkan oleh Partai Islam itu. Masing-masing satu putaran. Sebaliknya, apa yang digambarkan dan digembork-gemborkan media besar, ternyata berbeda 180 derajat dengan keinginan rakyat.
Maka saya secara pribadi setuju dengan bunyi iklan yang baru, ketika kita mencari "PKS" di laman goolge: "PKS Selalu Dekat Rakyat." [Jundi Rahman/bersamadakwah]
Sumber : Islamedia.com
0 komentar:
Posting Komentar